Senin, 01 Februari 2016

My Girlfriend’s is My Heater

My Girlfriend’s is My Heater

 

My Girlfriend’s is My Heater
Yoon Sha Si
Cast : Kim Namjoon (BTS) and Lee Tifa (OC)
OC : all member of BTS
life, romance, psikologi(?)

Happy Reading

Jalanan Seoul, 12.30 KST

Udara dingin juga gerimis baru-baru ini menerjang kawasan kota Seoul. Jalanan dipenuhi warna-warni payung yang dibawa setiap pejalan kaki. Ramalan cuaca di televisi bohong. Anehnya, meskipun cuaca tidak bersahabat dan harus berpakaian serba tebal, tetapi hampir seluruh pejalan kaki juga beberapa orang yang duduk di halte untuk menunggu bus,tak pernah berhenti menatap benda persegi panjang di tangan mereka. Layar telepon pintar itu memancarkan cahaya, menerpa wajah-wajah tertunduk yang tengah memainkannya. Zaman benar-benar telah berubah.
Seorang gadis yang duduk di antara para calon penumpang bus mengetuk-ngetuk sepatunya di lantai trotoar dengan tidak sabar, bukan tidak sabar untuk menunggu bus datang, tetapi setengah jengkel dengan berita harian yang dibacanya melalui ponsel. Semua berita isinya sama. Mencari tautan baru, isinya juga sama. Sama. Sama. Sama.

“Ya! Bagaimana mungkin berita paling Booming justru tidak berguna begini?!”

Suaranya cukup mencuri perhatian orang di sekitar. Dia tidak peduli dengan itu semua.

“Boygrup, girlgroup, selebritis, aktris dan aktor... Kenapa isinya orang-orang itu semua?” ia meremas ponsel, menghela nafas kasar kemudian menutup tautan ke 15 dalam pencarian internet. Mungkin ini kesalahannya, mungkin dia salah memasukkan kata kunci pencarian. Seharusnya dia langsung saja mengetik kata kunci seperti, politik, ekonomi, teroris, perang antar bangsa, dan lain-lain.

Decitan ban mobil besar terdengar tidak lama setelah itu. Otomatis orang-orang beranjak dari duduk dan setengah berlari menuju bus yang baru saja terparkir. Gerimis membuat mereka harus melakukannya. Gadis dengan rambut tergelung yang tertutup tudung jaket naik paling akhir, menyaku ponsel dengan internet yang berisi berita-berita harian terkutuk itu.

Ruang latihan BigHit Ent. 12.30 KST

         AC di ruang latihan penuh kaca itu dimatikan sementara. Digantikan penghangat yang diatur dengan suhu tinggi. Udara terlalu dingin di cuaca yang seharusnya panas setengah mati.

“Hyung, tolong ambilkan botol airku di sebelahmu.” Lelaki memakai kaos merah itu mengayunkan telunjuk. Menuding botol air yang berdiri di samping lelaki berusia setahun lebih tua darinya.

“Ini.” lelaki berambut soft pink dengan sedikit warna putih itu melempar botol kearahnya dengan asal. Lagi-lagi tak peduli dengan apapun kalau sudah sibuk sendiri.

“Namjoon, kau melemparnya kemana sih?! Aku tahu kau juga lelah, tapi tenaga monstermu itu di simpan dulu!” Hoseok yang entah datang dari mana tiba-tiba marah dan memaki. Itu karena botol air yang terlempar telalu jauh hingga mengenai lengan Hoesok yang kebetulan lewat. Harusnya botol itu untuk Taehyung.

“Maaf, aku tidak bermaksut begitu.” Namjoon nyengir. Tak terlalu merasa bersalah.
Hoseok mendengus. Taehyung juga mendengus, tapi lebih pada menahawan tawa.

“Hey, kalian bertiga, makan siang mau makan dimana?” seruan dari Jimin yang berkumpul bersama Seokjin dan Jungkook membuat ketiga kepala itu menoleh.

“Aku mau makan di restoran yang kemarin lagi!” Jungkook menyahut.

“Aku setuju!” kata Jimin, Hoseok, dan Seok Jin bersamaan.

“Asal jangan ada kacangnya!” Taehyung menambahi.

“Apa saja terserah kalian.” Yoongi yang baru saja dari kamar mandi angkat voting.

Sudah ditetapkan. Pilihan dijatuhkan pada restoran yang kemarin baru saja mereka kunjungi. Dan tidak boleh ada siapapun yang menolak. Restoran rekomendasi hyung manager.Sampai kapanpun, hyung manager tak pernah salah pilih. Tapi tunggu dulu,seorang terlupakan. Dia bahkan belum bersuara.

“Itukan restoran dengan menu serba teripang.” Namjoon menurunkan ponsel yang menutupi sebagian wajahnya. Mengamati satu persatu anak buahnya yang terlihat gembira.

Restoran Teripang. 13.00 KST.

       “Lho, Namjoon-hyung kemana?” Jungkook menoleh kesana kemari, mengabsen kelima hyung-hyung itu. Mencari seorang roomate-nya. Lelaki itu tidak ada di antara mereka.

“Namjoon?” Seokjin sepertinya gusar melihat Jungkook yang sibuk mencari keberadaan Namjoon yang menghilang, “dia pergi mencari makan di luar.”

“Kenapa?” lelaki bergigi kelinci itu mengangkat alis.

“Ini restoran teripang. Kau lupa?” Yoongi menyahut, melepas earphone di telinga. Pendengarannya cukup tajam juga.

Jungkook mengangguk mengerti. Namjoon tidak suka teripang. Ah, ia merasa sedikit menyesal karena telah menjadi provokator dari restoran untuk makan siang hari ini. Tak apalah. Namjoon tak pernah bingung soal makanan.

Namjoon POV

      Lagi-lagi aku harus mengalah. Mencium aroma restoran itu saja sudah membuatku ingin muntah. Jadi pihak yang mengalah bukan sebuah kesialan, tapi tetap saja merepotkan. Mencari restoran sendiri, makan sendiri, juga membayarnya sendiri. Kenapa aku mulai jadi pemilih dan pelit begini?
Tak sengaja aku mengijak kubangan air, beberapa menit lalu baru saja turun hujan, dan siang ini dingin sekali. Menyenangkan.

─Kedai Teobokki dan Ramen─

Ketemu!

Kedai kecil yang terletak dari dua pertokoan tempatku berpijak.

“Permisi!”

Kedai yang tidak terlalu ramai, hanya ada seorang paman berjenggot, dua anak laki-laki dengan dua mangkuk ramen untuk masing-masing, dan wanita pemilik kedai yang mengaduk panci besar.

“Selamat datang!” wanita itu berseru begitu aku masuk membuka pintu geser kedainya. Saat dimana-mana penuh cafe dan kedai modern, tempat ini justru sangat sederhana, tidak seperti toko-toko di sampingnya. Tapi mungkin inilah letak daya tarik itu.
Aku mencari sebuah meja kosong, duduk menghadap sebuh meja. Jelas sekali kalau hampir semua meja sedang kosong. Meja lesehan dengan bantal empuk bersarung kain perca. Apa aku berlebihan datang kemari?
“Apakah anda sudah memilih pesanan?” wanita itu mendekat, masih tersenyum ramah. Aku agak sedikit terkejut. Bibi ramah ini tiba-tiba datang ketika aku sibuk bicara pada diriku sendiri. Wajahnya bahkan terlalu muda dan cantik untuk dipanggil bibi.
“I-ini dan juga ini.”
Bibi itu ikut melihat tulisan yang kutunjuk di buku menu. Semangkuk ramen dan sepiring teobokki standart. Aku tidak tahu harus memilih apa. Belum pernah datang kemari.
“Baiklah, mohon ditunggu sebentar.” wanita itu pergi tanpa mencatat pesasan. Siapapun akan hapal menu yang kupilih tanpa perlu menulisnya.
Bersamaan dengan itu, suara pintu geser terdengar. Ada seorang pelanggan lagi yang masuk. Gadis bermantel parka.
“Ibu, aku pulang!”
Dugaanku salah. Itu anak si bibi pemilik kedai.
“Aduh, aduh, Tifa, jangan berteriak seperti itu ketika ada pelanggan!” si bibi mengacungkan sendok sup bergagang panjang.
“Baik, baik, ibu Lee. Tolong berikan aku semangkuk ramen gratis!”
Hah, aku seperti menjadi seorang pendengar dari sebuah siaran radio live. Mendengarkan pembicaraan ibu dan putrinya itu. Tak ada suara-suara bising, yang kudengar hanya dua anak lelaki tadi yang sedang mengobrol, dan paman berjenggot yang masih tetap duduk dipojok dengan koran terangkat. Haruskan aku mulai membaca koran juga?
Aku lebih memilih membuka ponsel. Mencari link terbaru berita harian hari ini. Aku belum sempat membukanya.
Aih, ada kami─Bangtan. Kami masuk berita harian lagi.
“Ibu, ibu, ibu tahu? Hari ini sangat menyebalkan.”
“Ada apa? Kenapa hari-hari selalu menyebalkan untukmu? Apakah tidak cukup hanya dengan melihat ibu kau bisa senang?”
“Bukan begitu. Tapi sungguh, pasti ada yang salah dengan negara ini. Bukan. Maksutku, orang-orang yang mengatur dan membuat informasi di media sosial dan internet.”
“Memangnya ada apa?”
Ya ampun, pembicaraan mereka terlalu mencolok. Kedai ini sepi suara, kapan mereka akan menyadari bahwa percakapan mereka di dengarkan? Bukankah itu aib? Sepertinya hanya firasatku. Aku saja yang sendirian tanpa teman bicara. Tidak seperti dua anak laki-laki sekolahan yang tengah mengobrol bebas di meja sebelah. Mungkin hanya aku yang mendengarkan mereka. Entahlah.
“Aku membaca berita harian hari ini. Ibu mau membacanya juga?”
“Mau. Tunjukkan pada ibu.”
Percakapan mereka sudah sampai jilid 2, juga kebetulan yang ajaib bahwa kami sama-sama melihat berita harian.
“Aigoo, penyakit mers itu tidak akan menular sampai kemari kan? Ibu takut sekali.”
Berita lama yang masih diungkit-ungkit sampai sekarang. Aku juga harus berhati-hati.
“Oh, tuan, tenang saja! Tempat kami steril!”
Hebat, bibi itu akhirnya menyadarikalau aku mendengarkan mereka. Dan juga, dia tahu kalau aku mulai mengecek kebersihan bantal dudukku, lantai, dan juga meja.
“Orang berambut pink itu siapa?”
“Pelanggan.”
“Nah, antarkan ini padanya.”
Ah iya, aku lupa dengan pesananku.
“Makanlah juga bersamanya. Dia terlihat kesepian.”
What? What the─
“Permisi, ini pesanan anda tuan.”
Gadis itu datang setelah membawa nampan berisi makananku. Aku tidak perlu teman makan. Sungguh.
“Terimakasih banyak.” gadis itu mendorong pelan nampan berisi ramen dan teobokki ke arahku.
“Aku akan menemanimu makan. Seperti kata ibuku.”
Apa gadis ini juga menyadari kalau aku mendengarkan mereka?
“Maaf, aku tidak bermaksut menguping pembicaraan kalian. Tapi kalau kau ingin makan sendirian, aku sama sekali tidak keberatan.”
“Sssth!”
Gadis itu mendesis. Mata bulat dengan lensa coklat itu melebar, menali dan memaku kuat retinaku. Dia sama sekali tidak mengenalku ya?
“Aku tidak pernah menolak keinginannya. Dan aku sama sekali tidak ingin melakukan itu.”
Setelah mengucapkan kalimat mantera, ia kembali duduk dengan benar. Hidungnya dekat sekali dengan hidungku tadi.
Menghela nafas sebentar, meneliti gadis ini, hanya gadis biasa pada umumnya. ARMY, melihatnya membuatku mengingat mereka semua.
“Maaf.” Tifa─aku mendengar bibi itu memanggilnya ‘Tifa’. Dia menghentikan memasukkan potongan teobokki ke mulut. Beralih memanggilku secara tidak langsung.
“Kami benar-benar tidak apa-apa kalau kau mendengarkan pembicaraan kami.”
Dia melanjutkan topik awal yang menurutku akan berhenti sampai di situ.
“Kau terlihat sangat penasaran. Mulutmu sedikit terbuka dengan mata yang tidak berhenti melihat kami.” selanjutnya gadis itu tertawa. Hey, siapapun tolong jawab! Apakah aku dan gadis ini─Tifa, adalah teman akrab?
Sial! Selalu saja.
“Tidak usah khawatir. Laki-laki tanpa sadar akan begitu kalau melihat dan menemukan sesuatu yang menurutnya menarik? Iyakan?” ia mendorong sedikit tanganku yang kugunakan untuk menutupi kedua mulut yang mempermalukan tuannya ini dengan dua jarinya. Whait! Dia menyentuhku! Sekali lagi, apakah aku dan dia teman akrab?
“Siapapun yang pernah datang kemari, adalah keluarga dan teman kami.” Tifa menoleh ke belakang, menunjuk benda persegi panjang di dinding dan membaca tulisan hangeul yang terukir di permukaan bambu-bambu kuning yang tesusun seperti lukisan. Dekorasi yang cocok dengan suasana kedai. Masuk kemari seperti kembali ke masa dinasti.
“Motto yang bagus sekali.” aku hanya menangguk, sedikit menanggapi.
“Maka dari itu, aku tidak akan segan-segan kepada semua pelanggan di sini. Jadi, sekarang kita teman. Siapa namamu?”

Yak! Dia mendekat lagi!

“Kim─” tak apakah aku menyebutkan nama? Apakah dia akan terkejut?

“Namjoon.”

Kulihat dia kembali menatapku dengan tatapan yang menyulitkan. Lalu dia terseyum.

“Lee Tifa. Senang berkenalan denganmu, Kim Namjoon.”

Dia tidak mengenalku. Ada lega, juga ada kecewa. Setidaknya aku tahu dia bukan penggemarku, maksutnya kami─Bangtan Boys. Suatu waktu aku pernah berharap kalau semua orang yang kutemui adalah ARMY. Jadi, yah, pemikiran seperti itu biasakan bagi kami yang selalu tampil di layar televisi setiap hari? Bukan bermaksut besar kepala atau sombong. Setiap hari dikelilingi oleh orang-orang yang mengaku sangat mencintai dan selalu memujiku membuat pola pikirku jadi begini.

─다시 Run Run Run 난멈출수가없어....─

─Dasi Run Run Run nan meomchul suga eobseo....─

Lagu kami─Bangtan Boys. Tepat dibagian reff. Kulirik ponselku, bukan benda itu yang menyuarakannya. Alunan lagu itu terdengar sangat keras sampai ke seluruh kedai.

“Ibu~” dan Tifa menoleh cepat pada ibunya yang berdiri dekat tipe radio yang tersambung pada sound kecil. Nada suaranya seperti sedang menegur ibunya.

“Maaf, maaf.” bibi itu tertawa lalu mengganti saluran radio lain menjadi lagu-lagu era 80-an. Ada apa? Kenapa dia menggantinya?

“Bibi, kenapa diganti? Lagu tadi lebih baik daripada lagu jadul ini!” seorang anak laki-laki di samping mengangkat tangan, diikuti kata ‘iya’ dari temannya. Sepertinya dia juga tidak suka kalau lagu yang barusan diganti.

“Lagu tadi untuk malam hari, sekarang kita mendengarkan lagu-lagu yang lembut saja. Disini, lagu yang berirama cepat tidak cocok jika diputar siang hari. Benarkan?” oh, Tifa langsung menyahut dan memberi penjelasan. Kedua anak itu terlihat kurang paham, tapi pada akhirnya tetap menurut.
Tifa kembali duduk. Mengenggam sumpitnya lagi. Setelah itu menoleh padaku yang terus melihatnya.

“Kau juga suka lagu tadi ya? Maaf, kalau malam hari, kedai ini ramai sekali, lagu irama cepat akan cocok jika diputar saat itu. Kalau siang, agak sepi. Jadi, kurang nyaman dengan suasana kedai.”
Setuju. Rasanya seperti dua zaman berbeda bertempur jadi satu.

“Lagi pula.”

Ia tidak langsung mengucapkan lanjutan kalimatnya, sempat melirikku sebentar lalu kembali pada ramen.

“Lagu menjijikkan seperti itu sama sekali tidak ingin ku dengar.”

Tifa melihat kearah ku untuk kesekian kali. Sial, sekarang mulutku pasti sedikit terbuka lagi. Bukan karena tertarik dengan kata-katanya. Tetapi kalimatnya tadi membuatku serasa dipukul palu besar jutaan ton.

Aku menyadari dua hal. Dua hal yang hampir setiap manusia berkesempatan bahkan pernah merasakannya :

1. Semua orang pastinya memiliki pengagum rahasia maupun terang-terangan.
2. Di balik semua orang yang menyukaimu, pasti ada orang-orang yang membencimu.

Heater. Tak pernah terpikirkan olehku ketika menginjakkan kaki di sini dan bertemu dengan gadis ini. Apa aku harus terus berteman dengannya, seperti motto yang terpajang di dinding itu? Penampilan, wajah, dan semua yang ada pada Tifa tak mencerminkan kalau dia adalah orang yang membenci kami─Bangtan Boys.

Bagaimana ini? Padahal menurutku, dia adalah orang yang menarik.

To Be Continued

Maapken author kalo ada kata-kata kasar yang menyinggung di dalam Fanfict ini. Tapi author bener-bener sayang sama BTS kok.Suwer!! Judulnya and tema-nya juga rada-rada mirip sama film-nya Mas Chanyeol-EXO─When I Married My Heater. Inget, tema-nya doang. Bukan ceritanya. DONT PLAGIAT

Next???

0 komentar:

Posting Komentar