Minggu, 31 Januari 2016

SWEET AROMATIC STAFF


SWEET AROMATIC STAFF


Sweet Aromatic Staff
Yoon Sa Shi
Park Jimin (BTS) and You (OC)
member BTS
life, romance, friendship
one shoot

1... 2... 3... Action!

“Cukup! Kita istrahat! Kerja bagus!”

Pria berkepala nyaris plontos dengan perut yang sedikit buncit itu menyeka keringat di ujung rambut lalu bertepuk tangan atas kinerja luar biasa anak didiknya. Ketiga pemuda serentak berjalan gontai ke arahnya, dengan nafas yang naik turun dan kaos tipis yang penuh keringat. Beberapa yang lain mencaribotol minum atau bahkan ponsel.            

“Sepertinya tadi ada yang salah pada gerakanku,” pria tampan yang selalu menebar happy virus itu menanyakan kekurangan dance-nya barusan pada guru koreografer. Padahal, menurut siapapun, tidak ada yang salah dengan dance-nya. Dance-nya terlihat baik-baik saja, mengagumkan malah. Koreo untuk album baru kali ini dapat dibilang benar-benar hebat. 

“Ya, tadi ada gerakan kaki yang kurang, berlatih sedikit lagi akan membuatnya semakin baik. Tidak seperti hyung-mu itu. Aku bingung harus bagaimana menanganinya.” Guru koreo menunjuk pria tinggi berpundak lebar yang duduk bersandar di tembok, bersebelahan dengan laki-laki berhidung besar dengan kulit sedikit gelap darinya. Jangan salahkan guru koreo kalau tiap hari koreo dance semakin susah. Dan jangan salahkan Jin kalau dia juga semakin kesusahan mengimbangi. Semua orang menuntut grup itu untuk terus berkembang.

“Aku tidak seburuk itu, dance-ku bagus dari waktu ke waktu,” Seok Jin protes. Guru dance menanggapi dengan tawa renyah. 

“Benar, kau semakin baik. Aku tidak bohong.”

“Ah, Jungkook-ah, Jimin-ah,” pria itu menoleh pada dua laki-laki yang berdiri di antara Hoseok. “bersemangatlah! Dance kalian hampir sempurna.” pujian itu membuat senyum Jungkook dan Jimin mengembang. 

“Jimin-hyung.” laki-laki bergigi kelinci itu menoleh pada Jimin setelah guru dance berlalu ke ruang ganti dan Hoseok bergabung bersama Yoongi dan Namjoon.

“Apa?” Jimin mendudukkan dirinya di lantai. Maknae itu ikut duduk di sampingnya.
“Belikan aku jus.” 

“Apa?” seolah tuli, dia mengulangi pertanyaannya lagi. Jelas sekali wajah Jungkook mengatakan permintaannya barusan. 

“Belikan aku jus, sebagai ganti memukulku kemarin.” 

Laki-laki itu membuka mulutnya, hendak mencari alasan,“aku hanya memukulmu sedikit, itupun pelan. Itu hanya game.” Jimin memperagakan gerakan dengan menepuk lantai. Jungkook masih saja ingat acara variety yang mereka datangi kemarin. Jimin memang sengaja memukul dahi Jungkook karena kekalahan pemuda golden maknae itu. Tapi ayolah, luckymaknae itu jarang sekali kena pukul atau punishment. Kesempatan langka melihat Jungkook dijitak dahinya. 

“Pelan apanya hyung? Dahiku merah.” Maknae ini ngotot sekali. Ah, dia baru ingat. Jungkook memang benci kekalahan. 

“Baiklah, baiklah.” laki-laki itu berdiri dengan malas, pantatnya bahkan masih nyenyak duduk di lantai. 

“Belikan kami juga!” Taehyung berteriak di ujung sana. 

“Iya!” sedetik kemudan Jimin mencibir. “dasar tukang titip.”

“Kami dengar lho!”

−Ceklek−

Laki-laki itu membuka pengunci kaleng jus. Dia menegak setengah isinya dengan cepat. Enggan mengambil dua kaleng lagi yang masih berada di kolong mesin minuman. Dia sedikit kesusahan membawa kaleng-kaleng minuman itu. Karena kurang hati-hati, dia menjatuhkan 3 kaleng yang terhempit di lengan kanannya.

“Ash, jatuh lagi!” Jimin berjongkok meraih kaleng-kaleng yang menggelinding cukup jauh. Payahnya dia tidak memikirkan untuk membawa kantung plastik sebelum pergi. 

“Ini.” tangan mungil menyodorkan sekaleng minuman ketika dia sibuk dengan ke empat kaleng yang lain. Bersamaan dengan tangan itu, aroma manis menyerbak indera pengecap. Dia tahu jelas aroma apa ini, aroma jeruk. Mungkin. Aroma itu membuatnya otomatis mengangkat wajah. Seorang gadis kecil, entah badannya yang kecil atau memang masih kecil.
Laki-laki itu mengerjapkan mata. “Terima kasih banyak.” dia terkekeh. Selanjutnya dia masih kesusahan.

“Sini kubantu.” gadis berkuncir kuda itu mengambil alih 3 kaleng di tangan Jimin. 

“Maaf merepotkanmu.” Dia tertawa kikuk. Payah juga membiarkan seorang gadis kecil harus membantunya membawa kaleng-kaleng terkutuk itu.

“Tidak apa-apa.” gadis ramah itu tersenyum.

Jimin sering melihat gadis ini. Tapi tidak pernah bicara secara langsung dengannya. Gadis ini selalu terlihat sibuk membawakan baju-baju yang akan mereka gunakan untuk perfom. Dia agak heran. Gadis kecil yang terlihat lemah ini mampu berlari ke sana kemari membawakan berbagai accessorydan baju-baju serta persiapan untuk penampilan mereka, bisa dibilang asisten stylist. Ke tujuh laki-laki yang menjadi bintang di agency itu mandiri memilih pernak-pernik, sehingga gadis itu hanya membawa dan membiarkan mereka memilih. Tapi terkadang tujuh anak itu bandel dan tidak peduli penampilan. Terserahlah, bagaimanapun gaya pakaian mereka, selalu terlihat pantas bagi penggemar. 

“Jimin-sshi, aku harus pergi.” suara gadis itu menganggu lamunannya. 

“Terima kasih.” setelah menyerahkan ketiga kaleng jus, gadis itu membungkuk dan pergi ke pintu lain di sebelah ruang latihan. 

Jimin berpikir sebentar, mungkin hanya firasatnya saja. Dia berputar memasuki pintu dan suara teriakan orang-orang di dalam menyambutnya.
“Taehyung-ah.” 

“Apa?” dijawabnya pertanyaan Jimin tanpa niat. Dia dengan malas membolak-balik halaman komik. Sudah dibacanya komik itu puluhan kali. Dan sudah puluhan kali juga dia meminta para hyeong manager untuk membelikannya komik edisi baru. Hanya dengan alasan bahwa ada hal penting lain yang dapat dilakukannya selain membaca komik, managernya tega membiarkannya mati kebosanan. Berlebihan. Dia tidak akan pernah merasa bosan. Apapun dapat dijadikannya hal menyenangkan.

“Kau lihat gadis di sana?” laki-laki itu, si Jimin. Dia menunjuk seorang gadis kurus yang lincah membawakan tas milik noona stylist. 

“Aku melihatnya.” jawabnya.

“Berapa umurnya?” untuk beberapa alasan Taehyung melotot.

“Kenapa kau tanyakan itu? Tentu saja dapat di tebak. Aku sama sekali tidak tertarik.”
Taehyung acuh. Tentu saja dia acuh. Dia sedang bosan level atas. Teman-temannya yang lain sedang sibuk dengan PD. Dia ditinggalkan dengan Jimin tanpa ponsel. Setidaknya jika ada ponsel. Dia dapat bermain atau merekam sesuatu.
“Aku bersungguh-sungguh. Kenapa gadis kecil itu bisa ada di sini? Apakah tidak ada orang lain yang lebih baik? Maksutku, lihatlah. Dia selalu berusaha keras membawa baju-baju kita.” rentetan kalimat dari Jimin mulus keluar dari mulut laki-laki itu. Apa yang merasuki sahabatnya ini? Dia baru peduli pada orang yang sudah 2 tahun berseliweran di sekitarnya. 

“Dia bukan gadis kecil. Umurnya setahun lebih tua dari kita. Seumuran Namjoon-hyung dan Hoseok-hyung. Itulah yang dikatakan noona stylist. Kalau kau merasa kasihan dengannya. Bantulah dia membawa baju.” kata pemuda berhidung besar. Masih tidak peduli.

“Hey, dia tidak hanya membawakan bajuku. Tapi bajumu juga. Kau harus membantunya juga.” sikap kepedulian Jimin muncul. 

“Ah, entahlah. Jangan bicara denganku!” anak ini marah. Dia tahu sekali. Taehyung tidak betah bosan berlama-lama. Dia akan jadi makhluk luar angkasa menyebalkan kalau sudah begini. 

“Sudahlah, aku akan ambil minum dulu!” Jimin beranjak dan meninggalkan Taehyung yang terus mempertahankan wajah kusutnya.

“Anak itu benar-benar...” Laki-laki itu menggelengkan kepala. Dia masuk ke dalam salah satu ruangan dan menemukan dispenser di pojok ruangan itu. Mungkin dengan minum air, bisa sedikit meringankan badannya yang lelah sepanjang hari. Minum jus tadi setelah latihan tidak cukup menghilangkan rasa hausnya. 

“Sebaiknya lain kali kubelikan dia komik baru.” Jimin mengangkat gelas dan meminum airnya. Hidungnya mencium aroma manis yang tiba-tiba menghampiri inderanya, dia menurunkan gelas dengan sebelah alis terangkat. Tidak ada yang salah dengan gelasnya. Tidak mungkin gelas ini bekas minum jus jeruk. Tunggu, jus jeruk?
Jimin memutar punggungnyaperlahan. 

“Noona?” 

Gadis itu menatapnya dengan pandangan setengah terkejut. Tidak berselang lama, tatapan itu digantikan dengan senyum ramah.

“Jimin-sshi, apa yang kau lakukan di sini?” dia menurunkan kardus berukuran sedang di atas meja panjang dengan kursi-kursi berjajar rapi di sekelilingnya. 

“Aku?” Jimin dengan kikuknya menunjukkan gelas sterofoam di tangan. “Minum air. Mau minum?”

“Terima kasih banyak. Aku sudah minum tadi.” gadis itu ingin keluar lagi. Tapi saat Jimin menyusulnya, dia menunggu laki-laki itu.

“Noona, bolehkan aku membantumu?” 

“Membantu?” matanya membulat penuh begitu Jimin menanyakan itu, “tidak perlu, sudah banyak orang yang membantuku.” tolak gadis itu halus. Kardus-kardus itu berada tidak jauh dari ruangan yang di singgahi Jimin tadi, tangan gadis itu meraih kotak kardus kedua. Saat dia menegakkan punggungnya, Jimin dengan serta merta menyahut kardus coklat kayu itu. 

“Aku tidak melihat ada orang yang membantumu. Aku sudah biasa membantu, kalau perlu, ku panggilkan Taehyung untuk membantumu juga.” 

Gadis bermantel tebal itu menyahut, “tidak perlu. Aku bisa sendiri, sungguh.” 

“Noona, kenapa kau selalu melakukan semuanya sendiri?” tanya Jimin setelah menunggu gadis itu membawa kardus ke tiga, kardus terakhir. 

“Aku tidak melakukan semuanya sendiri. Banyak yang membantuku.” gadis itu menjawab dengan jawaban yang sama dari pertanyaan dua menit yang lalu.

“Tapi yang ku lihat, noona sangat bersungguh-sungguh melakukan pekerjaan.” kata Jimin lagi. 

“Tidak. Semua berkerja keras di sini. Tidak hanya aku. Tapi juga kalian. Kami bekerja keras untuk kalian, dankalian bekerja keras untuk kami. Tidak ada yang lebih baik dari melihat keberhasilan kalian setelah kerja keras kami semua. Aku sangat-sangat kagum pada kalian.”
Perkataan gadis ini begitu tegas dan begitu yakin dari setiap kata yang diucapkannya. Memperlihatkan keyakinan bahwa semua akan baik pada waktunya. Memberitahukan secara tidak langsung pada Jimin, bahwa usaha mereka benar-benar dihargai di sini, bahwa mereka sudah berusaha dengan maksimal selama ini. 

“Noona, kau benar-benar baik.” Jimin tersenyum. Pujiannya tulus. Gadis itu tertawa pelan, dia menyelipkan rambut di telinganya.

“Kau juga.” gadis itu menurunkan kardusnya di meja setelah Jimin.

Jimin memperhatikan gadis yang berdiri di sampingnya. Tinggi badan gadis itu tidak lebih tinggi darinya. Dan aroma gadis itu juga masih sama. Jeruk. Gadis ini sudah selama dua tahun lebih bekerja dan berusaha untuknya. Dia tahu, bukan hanya gadis ini yang berusaha untuknya. Tapi semangatnya sudah memicu semangatnya juga. Bersama dengan staff yang lain, dia mengangkat baju-baju itu. Bersama yang lain, dia juga yang membawakan pernak-pernik menarik. Bersama yang lain, dia jugalah yang sudah merapikan pakaiannya. 

“Jimin-sshi, jangan hanya melihatku. Lihatlah yang lain juga.”

Kalimat itu membuatnya sadar akan suatu hal yang dirinya bahkan tidak menyadari itu selama ini. Jimin menatap kardus yang baru saja diletakannya di atas meja.

Apakah kata-kata gadis itu benar? Benar. Di antara para staff, hanya gadis inilah yang dilihatnya. Dia melihatnya karena semangat gadis ini. Apakah ada yang salah dengannya? Dia bahkan tidak mengerti dan tidak tahu jawabannya.

Gadis itu berbalik. “Ayo kita keluar!”

“Tunggu.” 

Gadis itu memperhatikan ujung mantel belakangnya. Jimin menariknya. 

“Noona, bolehkan aku hanya melihatmu tanpa melupakan usaha orang lain di sekelilingku?”
Apa yang sedang diucapkannya? Bodoh. Kenapa mulut dan tangannya tiba-tiba bergerak begitu saja? Ah, entahlah. Dia sudah tidak dapat menariknya kembali. Dia tahu ini egois. Tapi kali ini berbeda. Dia telah menyadari sesuatu untuk 2 tahun ini. Dan tidak ada siapapun yang boleh melarangnya.

“Karena aku menyukai noona.”

Mata gadis itu melebar lagi, lebih lebar dari sebelum-sebelumnya. Oh, Park Jimin... kau benar-benar penuh kejutan.

~ Fin ~


‪#‎ComeBack
‪#‎Kurangide
Terima kasih buat yang sudah baca. Semoga banyak yang suka. Coment and Like chuseyo.... Untuk FF yang kurang ide ini... COMENT YES...
‪#‎BungkukHormatBarengJimin

0 komentar:

Posting Komentar